Monday, May 2, 2016

Pentingkah bahasa daerah?




Sebut saja bu Anggrek dan Bu Mawar
       Ke dua ibu tersebut sosok wanita supel dan ramah. Beliau juga tipe orang yang sangat menghormati orang lain, terutama orang yang terpandang, orang yang lebih tua, dan gurunya.
Waktu menunjukkan pukul 10.05 Wib, bu Anggrek datang menemui salah satu wali kelas anaknya. Kedatangannya berkenaan dengan ijin anaknya yang tidak dapat mengikuti pelajaran hari itu. Kedatangan beliau di sambut ramah oleh wali kelasnya. Terjadi obrolan santai antara bu Anggrek dengan wali kelas anaknya.

         Walaupun obrolan mereka terlihat santai, tetapi bu Anggrek tetap berusaha sebisa mungkin untuk menghormati guru anaknya. Dari menanyakan kabar, sampai inti pokok tujuan bu Anggrek datang ke sekolah anaknya. Semua percakapan bu Anggrek dan wali kelas anaknya menggunakan bahasa daerah. Kebetulan bu Anggrek orang Jawa Tengah, sehingga beliau menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahasa jawa, tepatnya Kromo Inggil.

Hmm... singkat cerita,  bu Anggrek mohon pamit, dia berkata pada guru anaknya..
“Nggeh sampun bu, nek ngoten kulo badhe Kondur rumiyin, pareng” , kata bu Anggrek.
(Ya sudah bu, kalau begitu saya mau pulang dulu, permisi)
“Oh nggeh, atos atos nggeh bu” , kata bu guru sambil senyam senyum.

Kisah yang lain lagi dengan bu Mawar.
Jam sekolah sudah selesai, penghuni sekolah dasar di kota yang kecil di daerah Jawa Tengah hanya tinggal beberapa guru. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.10 wib.

Datang dengan tergopoh- gopoh  bu Mawar menemui salah satu guru. Sambil meminta maaf, beliau mengutarakan kepentingannya datang ke sekolah pada saat jam sekolah sudah bubar.
“Nuwun sewu bu, kulo badhe matur”, kata bu Mawar.
(maaf bu, saya mau bicara)
“Nggeh wonten nopo bu?”, kata bu guru.
(Ya ada apa bu?)
“Niki wau Olivia ngendiko datheng kulo, botol minum me ketinggalan wonten kelas”. Kata bu Mawar
(Tadi Olivia bilang ke saya, botol minumnya ketinggalan di kelas).
“Warnane niku merah bu, ngendikane teng laci meja”. Kata bu Mawar.
(warnanya itu merah bu, bilangnya di laci meja)
Bu Mawar dan bu guru pergi ke kelas Olivia. Sesampai di kelas, mereka menuju tempat duduk olivia.
“Niki nopo bu, botol minume olvia ingkang warna abrit?” kata bu guru.
(ini apa bu, botol minume olivia yang berwarna merah?
“Enggeh niku bu, betul sanget”.
“Matur nuwun nggeh bu, kulo badhe wangsul”, kata bu Mawar.
(iya itu bu , betul sekali)
(terima kasih bu, saya mau pamit)
Bu guru hanya tersenyum jika mengingat pembicaraan tadi.

Kisah di atas merupakan kisah nyata, bukan sebuah karangan. Tapi benar-benar terjadi. Hanya saja nama orang sengaja di ganti, karena takut mencemarkan nama baik.
Dari kisah percakapan di atas, sebenarnya menjadi keprihatinan kita, tentang tata cara penggunaan bahasa daerah dalam sebuah percakapan. Setiap daerah pasti memiliki tata cara, sopan santun dalam berbicara menggunakan bahasa daerahnya. Istilah dalam bahasa jawa di sebut unggah ungguh.
Sebagian besar, orang tua dalam menerapkan bahasa sehari- hari dengan anaknya tidak memperhatikan aturan bahasa daerahnya masing- masing. Entah itu Jawa, Sunda, Banjar, dan lain- lain. Di dalam bahasa daerah, pasti ada susunan dan tata cara berbicara yang di anggap sopan dan santun. Baik antara yang muda dengan yang tua, yang tua dengan yang muda, dengan teman sebaya, maupun dengan orang yang baru di kenal.

Tetapi, di jaman sekarang, penggunaan bahasa daerah mulai sedikit demi sedikit  terkikis oleh jaman.
Entahlah, mungkin karena ribetnya aturan bahasa daerah, atau karena biar di anggap tidak kuno, banyak orang tua yang memilih menggunakan bahasa Indonesia.
Dan lebih parahnya lagi, justru di sebagian kalangan, penggunaan bahasa daerah di ganti menggunakan bahasa Inggris, atau bahasa asing yang lain. Bener- bener parah, hidup di Indonesia, dengan lingkungan pribumi, yang mana bahasa daerah masih berlaku di lingkungannya. TERLALU kata bang Roma.

Sebagian orang tua, khususnya yang sudah berumur sering mengeluh, “Anak sekarang tidak tahu sopan santun!”.
Benar, tetapi juga tidak benar...
Loh kok tidak benar?
Ya karena, orang dewasa pun sekarang juga sudah mulai kehilangan yang namanya sopan santun.
Mungkin generasi 10 tahun mendatang, anak- anak merasa asing dengan kata- kata sopan santun.
Mengapa?

Yah.., karena mulai di tinggalkannya bahasa daerah yang di anggap sudah tidak cocok lagi di jaman sekarang. Orang tua lebih suka menggunakan bahasa Indonesia, dengan alasan biar nanti di sekolah, anak saya bisa bersosialisasi. Takutnya kalau anak cuma di ajari menggunakan bahasa daerah, nanti di sekolah dia tidak bisa bersosialisasi dengan temannya. Tidak dapat mengikuti pelajaran di kelas, karena pelajaran di sekolah menggunakan bahasa Indonesia.
Benar, tetapi juga tidak benar.
Pada dasarnya, anak- anak lebih cepat belajar dari pada orang tua. Jadi bukan alasan yang tepat jika nantinya anak- anak kesulitan mengikuti pelajaran.


Sebaiknya yang perlu kita kawatirkan adalah masyarakat Indonesia melupakan bahasa daerahnya sendiri.  Baik tata cara, maupun penerapannya dalam kehidupan sehari- hari.

Pentingkah bahasa daerah?

Dari kejadian seperti bu Anggrek dan Bu Mawar, dan mungkin dengan sebagian besar keluhan orang tua, sebenarnya penerapan bahasa daerah dan penggunaan bahasa daerah itu sangat penting.
Namun perlu di garis bawahi, walaupun bahasa daerah penting, bahasa pemersatu kita, yaitu bahasa Indonesia juga tidak kalah penting dari bahasa daerah.

Berikut beberapa manfaat penggunaan bahasa daerah yang sesuai dengan tataran yang berlaku pada setiap daerah masing-masing:
1.       Membentuk kepribadian yang lebih menarik.
2.       Membentuk kepribadian yang lebih sopan santun.
3.       Menunjukkan kepribadian yang bermartabat.
4.       Lebih bisa menghargai orang lain, baik ke yang lebih tua, ke yang lebih muda, maupun yang sebaya.
5.       Penggunaan bahasa daerah juga menunjukkan jati diri bangsa Indonesia yang beragam suku dan budaya.

Dan masih banyak manfaat penggunaan bahasa daerah yang belum saya ketahui. Mungkin ada yang mau menambahkan di kolom komentar.

Semoga artikel ini bisa bermanfaat.


No comments:
Write comments

Fans Page